Pengancaman Melalui Whatsapp atau Media Sosial
R. Soesilo, dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (halaman 256), mengidentifikasi tindakan pengancaman atau pemerasan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai bentuk pemaksaan dengan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melanggar hak orang lain.
Pengancaman Melalui Whatsapp atau Media Sosial
Soesilo, dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (halaman 256), mengidentifikasi tindakan pengancaman atau pemerasan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai bentuk pemaksaan dengan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melanggar hak orang lain.
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,” bunyi Pasal 368 ayat (1) KUHP.
Seperti, pemerasan dilakukan dengan memaksa korban untuk memberikan barang atau menghapuskan piutang dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Jika ancaman tersebut memenuhi unsur-unsur yang tercantum dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, maka pelaku dapat dikenakan pidana berdasarkan pasal tersebut.
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi,” bunyi Pasal 29 UU ITE.
Namun, apabila ancaman dilakukan melalui media elektronik, seperti pesan teks, email, atau media sosial, maka pelaku pengancaman dapat dikenakan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pidana tersebut tercantum dalam Pasal 45B UU 19/2016 jo. Pasal 29 UU ITE.
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah),” bunyi Pasal 45B UU 19/2016.
Maksud dalam Pasal 45B UU 19/2016, termasuk ketentuan mengenai perundungan di dunia maya (cyberbullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau intimidasi dan menyebabkan kekerasan fisik, psikis, atau kerugian materiil, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal tersebut.
Apabila ingin lapor polisi atas pengancaman, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah datang ke kantor kepolisian terdekat dari lokasi peristiwa pidana tersebut.
Laporkan ke kantor kepolisian yang berada di daerah hukum kepolisian Markas Besar (MABES) POLRI untuk wilayah seluruh Indonesia, daerah hukum kepolisian Daerah (POLDA) untuk wilayah provinsi, daerah hukum kepolisian Resort (POLRES) untuk wilayah kabupaten/kota, atau daerah hukum kepolisian Sektor (POLSEK) untuk wilayah kecamatan.
Pastikan untuk memberikan keterangan yang jelas dan akurat kepada petugas kepolisian untuk memudahkan proses penyelidikan sebagai bagian dari cara lapor polisi atas pengancaman selanjutnya.
Alternatif lainnya, dapat melaporkan konten yang melanggar hukum atau etika seperti pengancaman di laman Aduan Konten Kementerian Komunikasi dan Informatika RI atau akun WhatsApp resminya. Laporan atas pengancaman bisa dengan melampirkan URL/link dan screenshot tampilan serta alasannya.
Cara lapor polisi atas pengancaman secara online seperti melalui media sosial (WhatsApp, Instagram, TikTok, Facebook, hingga Twitter) serta pengancaman secara langsung, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Mencari Kuasa Hukum
Jika seseorang mengalami pengancaman, sangat penting untuk segera melaporkannya ke Polisi. Namun, jika merasa kesulitan atau tidak memiliki pengalaman cara lapor polisi atas pengancaman, carilah bantuan dari kuasa hukum.
- Lapor ke Unit Cybercrime atau PPNS
Laporan dapat dibuat langsung ke penyidik Polri di unit Cybercrime atau kepada penyidik PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Penyidik akan memeriksa bukti-bukti yang ada dan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui siapa yang melakukan pengancaman.
- Menyerahkan Bukti
Proses penyidikan dilakukan sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE. Penyidik akan melakukan penyelidikan yang lebih mendalam untuk mengumpulkan bukti-bukti dan memastikan kebenaran dari laporan atas pengancaman yang telah dibuat. Apabila ditemukan cukup bukti untuk melakukan penuntutan, maka proses penyidikan dari lapor polisi atas pengancaman akan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
- Penilaian Laporan (Lanjut/Tidak)
Setelah proses penyidikan selesai, laporan atas pengancaman untuk berkas perkara akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Penuntut umum akan menentukan apakah laporan atas pengancaman tersebut layak untuk dibawa ke pengadilan atau tidak. Jika layak, maka penuntut umum akan memperjuangkan kasus tersebut di depan hakim.
- Penuntutan (Lanjut/Tidak)
Jika penyidikan dilakukan oleh PPNS, hasil penyidikannya akan disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri. Penuntut umum akan melakukan penilaian terhadap hasil penyidikan dan menentukan langkah selanjutnya apakah akan melakukan penuntutan di muka pengadilan atau tidak.
jika anda membutuhkan pendampingan atau konsultasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami di whatsapp +6281331733073 atau melalui email di dewatalegal@gmail.com