Mengenal Perjanjian Kawin atau Postnuptial Agreement

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) telah diatur bahwa Perjanjian Perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Lebih lanjut, Perjanjian Perkawinan tersebut wajib untuk disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan

Mengenal Perjanjian Kawin atau Postnuptial Agreement

Mengenal Perjanjian Kawin atau Postnuptial Agreement

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) telah diatur bahwa Perjanjian Perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Lebih lanjut, Perjanjian Perkawinan tersebut wajib untuk disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Berikut kutipan pasal yang kami maksud:

Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan:

“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

Jika tidak ada perjanjian kawin, maka harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama

Sejalan dengan pemisahan harta sebagai suatu akibat dari adanya Perjanjian Perkawinan, ketentuan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) ternyata telah terlebih dahulu mengatur mengenai hal tersebut. Di dalam Pasal 119 KUHPer disebutkan bahwa perkawinan pada hakikatnya menyebabkan percampuran dan persatuan harta pasangan menikah, kecuali apabila pasangan menikah tersebut membuat sebuah Perjanjian Perkawinan yang mengatur mengenai pemisahan harta.

Keterkaitan antara Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement) dengan hak kepemilikan tanah bagi pasangan Warga Negara Indonesia (“WNI”) yang menikah dengan warga negara asing (“WNA”) adalah pada pengaturan dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”). Pasal tersebut menyatakan bahwa hanya WNI saja yang diizinkan untuk memiliki tanah dengan hak milik.

Padahal sebagaimana telah dijelaskan di atas, jika tidak ada perjanjian perkawinan, maka harta suami istri setelah menikah menjadi harta bersama, yang berarti WNA dalam perkawinan tersebut ikut menjadi pemilik tanah hak milik jika pasangan WNI-nya membeli tanah hak milik setelah mereka menikah.

Merujuk kepada ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU Agraria jo. Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan di atas, maka Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement) akan sangat memberikan manfaat bagi pasangan menikah yang berbeda kewarganegaraan. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement), maka sudah jelas bahwa pasangan tersebut telah sepakat untuk memisahkan harta masing-masing. Dengan demikian, tanah hak milik yang dibeli oleh WNI hanya akan menjadi miliknya, bukan menjadi milik bersama dengan pasangan WNA-nya.

Permasalahan di atas, kini telah mendapatkan solusi dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 (“Putusan MK 69/2015”). Dengan adanya Putusan MK 69/2015, maka ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan berubah menjadi sebagai berikut:

  • Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
  • Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
  • Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
  • Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

Putusan MK 69/2015 ini mengatasi keresahan dari para WNI yang menikah dengan pasangan berbeda kewarganegaraan. Putusan MK 69/2015 memberikan kesempatan bagi pasangan suami istri untuk dapat membuat suatu perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan atau yang biasa dikenal dengan Postnuptial Agreement, selama pasangan tersebut masih terikat di dalam perkawinan yang sah. Adapun, Perjanjian Perkawinan ini harus disahkan oleh notaris atau pegawai pencatat pernikahan.

Dengan ketentuan baru ini, maka WNI yang menikah dengan pasangan WNA tetap dapat memiliki hak khususnya atas tanah di Indonesia.

 

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0